PROBLEMATIKA PENGAJARAN BAHASA INDONESIA
oleh : Redaksi [ 2006-03-27 05:12:59 ]
Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku yang tinggal di beberapa
pulau. Negara Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu Bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat penting
kedudukannya dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Bahasa
Indonesia diajarkan sejak kelas 1. Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting
untuk diajarkan sejak anak-anak. Bahasa Indonesia tidak akan terlepas
dari kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa Indonesia dijadikan alat
berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air. Bahasa Indonesia memang
diajarkan sejak anak-anak, tetapi model pengajaran yang baik dan benar
tidak banyak dilakukan oleh seorang pengajar. Metode pengajaran bahasa
Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia
sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi
sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat perlu
dilakukan. Pencarian penulis di beberapa artikel baik melalui internet
mapun perpustakaan daerah belum banyak ditemukan hasil-hasil penelitian
metode terbaik pengajaran bahasa Indonesia. Pengajar Bahasa memiliki
suatu kewajiban untuk mempertahankan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan sekaligus memperjuangkan Bahasa Indonesia dapat
diterima dan membuat tertarik bangsa lain untuk mempelajarinya. Oleh
sebab itu, pengajaran yang baik menjadi tanggung jawab para pengajar
bahasa. Demokratisasi pembelajaran, yang beberapa waktu lalu
dipromosikan melalui pendekatan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang
direvisi menjadi kurikulum 2006, telah membawa tantangan baru bagi
profesi guru. Menurut Komisi Internasional tentang Pendidikan di Abad
ke-21 UNESCO (Delors, 1996) aneka perubahan besar dalam ilmu dan
teknologi dewasa berimplikasi pada penyiapan tenaga guru. Di abad ini
sumber-sumber informasi telah berkembang pesat di luar sekolah dengan
cara yang begitu menarik dan ketika memasuki sekolah siswa sudah
memiliki kekayaan informasi itu. Pesan-pesan media yang dikemas dalam
bentuk hiburan, iklan, atau berita sungguh menarik para siswa dan ini
bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas para guru dalam
pembelajaran di kelas. (Republika, 2004). Pada pembelajaran Bahasa
Indonesia di tingkat sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah sangat
mengandalkan penggunaan metode-metode yang aplikatif dan menarik.
Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk terus dan betah
mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setelah bahasa ibu.
Apabila siswa sudah tertarik dengan pembelajaran maka akan dengan mudah
meningkatkan prestasi siswa dalam bidang bahasa. Di sebagian siswa,
pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah
merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara
tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut.
Penulis sebagai guru Bahasa Indonesia sangat merasakan problem
pembelajaran yang terjadi selama ini. Penulis juga menemui kasus serupa
ketika berada di daerah kabupaten yang terpencil sangat kurang sekali
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, penulis
berusaha melakukan perubahan-perubahan dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia di dalam kelas. Salah satu perubahan yang dilakukan dengan
menggunakan metode role play dan metode STAD (student teams achievement
division) dalam standart kompetensi berbicara dan membaca. Dalam
pembelajaran Menceritakan Kegemaran, dapat dilakukan dengan menggunakan
metode role play sehingga menjadikan siswa lebih aktif. Metode role play
memahami bahasa sebagai keterampilan berbicara secara langsung dengan
berdasarkan kehidupan siswa dalam masayarakat. Metode role play sangat
cocok diterapkan ketika pengajar melakukan pembelajaran berbicara dengan
dibantu dengan kartu peran. Pertama-tama, siswa dibagi dua kelompok
dengan jumlah yang sama. Sebelumnya pengajar menyediakan kartu peran dua
macam yang berbeda warna sebanyak jumlah siswa. Dalam kartu peran
tersebut sudah diberi tanda atau tulisan siapa yang menjadi lawan
bicaranya. Siswa yang lain mencari pasangan bicaranya. Setelah
menemukan, siswa yang mencari tersebut berusaha untuk mengorek
keterangan tentang kegemarannya dengan menggunakan pertanyaan yang sudah
disediakan di kartu perannya (boleh ditambah sendiri), tetapi siswa
yang diajak bicara diberi tahu supaya jangan menjawan secara langsung
kegemaran dirinya. Dengan kegiatan ini, siswa saling berusaha untuk
mencari dan memainkan strategi untuk mengetahui kegemaran teman
bicaranya. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian. Setelah selesai
melakukan kegiatan tersebut, pengajar memberikan pengarahan sekaligus
bertanya jawab tentang kegiatan yang sudah dilakukan. Siswa yang dapat
mengetahui kegemaran lawan bicaranya diberi penghargaan. Dalam
pembelajaran membaca dapat memakai metode STAD sebagai kegiatan memacu
anak-anak memahami bacaan dengan cara diskusi kelompok. Teori STAD
(student teams achievement division) merupakan metode yang menekankan
kepada kerja sama kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah. Dalam
metode ini, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat atau
lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Saat belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk
menuntaskan materi yang dipelajari. Guru memantau dan mengelilingi tiap
kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan
guru. Metode ini pun dibantu oleh metode pelatihan, penugasan, dan tanya
jawab sesuai satuan pelajaran sehingga ketuntasan materi dapat terwujud
(Her World Indonesia edisi Maret 2005, halaman 190 – 1). Untuk
memudahkan penerapannya, guru perlu membaca tugas-tugas yang harus
dikerjakan tim, antara lain: a. Meminta anggota tim bekerja sama
mengatur meja dan kursi, serta memberikan siswa kesempatan sekitar 10
menit untuk memilih nama tim mereka atau ditentukan menurut kesesuaian
b. Membangkitkan lembar kerja siswa (LKS) c. Menganjurkan kepada siswa
pada tiap-tiap tim bekerja berpasangan (dua atau tiga pasangan dalam
satu kelompok) d. Memberikan penekanan kepada siswa bahwa LKS itu untuk
belajar, bukan untuk sekadar diisi dan dikumpulkan. Karena itu penting
bagi siswa diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek pekerjaan
mereka pada saat mereka belajar e. Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya mencocokkan jawaban
mereka dengan lembar kunci jawaban tersebut f. Apabila siswa memiliki
pertanyaan, mintalah mereka mengajukan pertanyaan itu kepada teman atau
satu timnya sebelum menanyakan kepada guru g. Pada saat siswa bekerja
dalam tim, guru berkeliling dalam kelas, sambil memberikan pujian kepada
tim yang bekerja baik dan secara bergantian guru duduk bersama tim
untuk memperhatikan bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja h.
Memberikan penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri
kegiatan belajar sampai dapat menjawab dengan benar soal-soal kuis yang
ditanyakan. Hasil kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode
STAD didapatkan nilai rata-rata 8,31, daya serap 80,31, dan kategori
bekerhasilan 70 – 95 persen. Dibandingkan dengan kegiatan belajar
mengajar tanpa mengunakan metode STAD hanya memperoleh hasil berupa
nilai rata-rata 6,37, daya serap 60,37 persen dari target 100 persen,
kategori bekerhasilan 50 – 70 persen. Nilai pembanding atau peningkatan
STAD rata-rata 1,94 dari 35 siswa kelas 2. Karena itu disimpulkan,
penggunaan metode ini dipandang lebih berhasil dan nyata meningkatkan
mutu pembelajaran membaca pemahaman (sumber: republika online).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis telah melakukan uji coba
dengan menggunakan metode STAD. Penulis menggunakan materi membaca
efektif yang didalamnya mencari pokok pikiran tiap paragrap serta
mencari arti kata-kata sulit. Siswa dibagi menjadi kelompok kecil
sekitar 3-4 orang. Pengajar membagikan kertas LKS dan bacaan ke setiap
kelompok. Tiap kelompok membahas dan mencari pemahaman wacana, pokok
pikiran, serta kata-kata sulit dalam satu kelompok tersebut. Pengajar
meminimalkan memmberikan instruksi atau penjelasan kepada siswa, biarkan
tiap kelompok mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah yang ada
di LKS. Setelah itu, di akhir pelajaran tiap kelompok melakukan diskusi
tentang hasil kerja kelompoknya dengan kelompok lainnya dengan bimbingan
pengajar. Semoga tulisan ini menjadi sebuah wacana baru bagi pengajaran
Bahasa Indonesia yang bagi sebagaian siswa merupakan pelajaran yang
sangat membosankan. Tulisan ini bukan sebagai akhir dari sebuah
pencarian metode pembelajaran yang terbaik guna meningkatkan kualitas
siswa. Manusia tanpa cinta bagai pohon yang tidak berbuah, guru tanpa
belajar bagai rumah tanpa tiang. Penulis Abdul Haris Ishaq. S. S. Guru
MIN Malang 1 dan Instruktur Bahasa Indonesia KPI # # # Terima Kasih # # #oleh : Redaksi [ 2006-03-27 05:12:59 ]
Macam Pengertian dan Jenis-jenis Puisi di Indonesia
Jenis-jenis Puisi di IndonesiaPuisi sebagai kreasi manusia selalu berkembang dari masa ke masa. Perkembangan puisi merupakan refleksi pemikiran penyair dalam menyikapi zaman, sekaligus menyikapi perpuisian itu sendiri. Akan tetapi, walaupun puisi berubah menjadi seribu macam bentuk, ada yang tetap melekat dalam puisi sebagai hakekatnya, yaitu menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Hal itu merupakan pemikiran Riffaterre (lewat Sarjono, 2001:124) bahwa “a poem says one thing and means another.”
Di Indonesia, puisi telah mulai ditulis oleh Hamzah Fansuri dalam bentuk syair Melayu dan ditulis dengan huruf Arab di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17 (Ismail, 2001:5). Menurut Teeuw, (1994:58), puisi yang ditulis kala itu sudah menunjukkan individualitas seorang Fansuri, yaitu (1) puisi tidak anonim dan (2) melibatkan (nama) diri dalam teks. Selanjutnya, puisi berkembang pesat seiring berkembangnya idealisme tentang individualisme dan kemerdekaan.
Ahli-ahli sastra banyak yang membedakan dan membagi perpuisian Indonesia menjadi puisi lama dan puisi baru. Namun, apa yang disebut ‘puisi lama’ itu pun masih tetap diapresiasi dan diproduksi sampai saat ini, misalnya pantun, tetap dilestarikan dan diproduksi dalam tradisi lisan masyarakat Indonesia. Di samping itu, puisi baru juga tidak bisa melepaskan puisi lama karena ia bisa jadi ilham yang penuh keindahan untuk digarap. Sebagai contoh, puisi mantra Sutardji.
Berikut adalah jenis-jenis puisi yang dirangkum oleh Waluyo (1995:135).
1.Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang akan disampaikan, maka puisi dapat diklasifisikasikan menjadi berikut ini.
a.Puisi naratif. Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair, baik secara sederhana, sugestif, atau kompleks. Puisi naratif diklasifikasikan lagi menjadi balada, romansa, epik, dan syair. Balada adalah jenis puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa, tokoh pujan, atau orang-orang yang menjadi pusat perhatian. Salah satu contohnya adalah Balada Terbunuhnya Atmo Karpo karya W.S. Rendra.
Balada Terbunuhnya Atmo Karpo
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya
di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penungang perampok
yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan tu
dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.
Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
- Nyawamu baran pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Bedah perutnya tapi masih setan ia!
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
- Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Waluyo, 2003:88)
Romansa adalah jenis puisi cerita yang menggunakan bahasa romantik dan berisi ungkapan cinta kasih maupun kisah percintaan. Menurut Waluyo (1995:136), romansa dapat juga berarti cinta tanah kelahiran.
b.Puisi lirik. Dalam puisi lirik, penyair tidak bercerita. Puisi lirik merupakan sarana penyair untuk mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya (Waluyo, 1995:136). Elegi, ode, dan serenada bisa dikategorikan ke dalam jenis ini. Elegi banyak mengungkapkan perasaan duka atau kesedihan, serenada merupakan sajak percintaan yang dapat dinyanyikan, sedangkan ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, sesuatu hal, atau sesuatu keadaaan (Waluyo, 1995:136).
c.Puisi deskriptif. Dalam puisi deskriptif, penyair memberi kesan terhadap suatu peristiwa atau fenomena yang dipandang menarik perhatian penyair (Waluyo, 1995:137). Jenis puisi yang dapat dikategorikan ke dalam jenis ini adalah satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik.
2.Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium dipopulerkan oleh Leon Agusta dalam buku kumpulan puisinya, Hukla. Puisi kamar ialah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua pendengar saja. Puisi kamar lebih berisi perenungan sehingga pemaknaannya bisa dicapai lewat pemikiran yang tenang. Kebanyakan puisi Sapardi Djoko Damono bisa dikategorikan dalam jenis puisi kamar. Salah satu contoh untuk disebutkan adalah puisi berjudul Aku Ingin.
Aku Ingin
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ngin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Waluyo, 2003:117)
Puisi Auditorium adalah puisi yang cocok dibacakan di auditorium, mimbar yang jumlah pendengarnya bisa dikatakan banyak. Puisi auditorium disebut juga puisi mimbar, puisi yang keindahannya semakin bergelora ketika dibaca dengan suara lantang. Untuk disebutkan sebagai contoh, Sajak Lisong karya W.S. Rendra bisa dikategorikan dalam jenis puisi mimbar.
3.Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisikal
Puisi fisikal berisi pelukisan kenyataan yang sebenarnya, apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh penyair. Puisi-puisi naratif, balada, puisi impresionistik, dan puisi dramatis biasanya merupakan puisi fisikal (Waluyo, 1995:138).
Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal yan bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi tentang ide, cita-cita, dan cinta luhur dapat dinyatakan sebagai puisi platonik.
Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan. Puisi religius di satu sisi dapat dinyatakan sebagai puisi platonik (menggambarkan ide atau gagasan penyair), dan di sisi lain dapat juga disebut sebagai puisi metafisik (mengajak pembaca merenungkan kehidupan atau ketuhanan). Sebagai contoh, puisi-puisi yang ditulis oleh A. Mustofa Bisri selain sebagai puisi platonik, juga merupakan puisi metafisik.
Ittihad
lalu atas izinmu
kita pun bertemu
dan senyummu
menghentikan jarak dan waktu
lalu atas izinku
kita pun menyatu
(Negeri Daging, hal.33)
4.Puisi Subjektif dan Objektif
Puisi subjektif atau bisa disebut puisi personal adalah puisi yang mengungkapkan gagasan, pemikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi-puisi ekspresionis semacam puisi lirik dapat dikategorikan sebagai puisi subjektif.
Puisi objektif atau puisi impersonal merupakan puisi yang mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Jenis-jenis puisi yang bisa digolongkan sebagai puisi objektif adalah puisi naratif dan deskritptif, meskipun ada di antaranya yang subjektif (Waluyo, 1995:138)
5.Puisi Konkret
Puisi konkret (poems for the eye) diartikan sebagai puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahannya dari sudut penglihatan (Kennedy lewat Waluyo, 1995:138). Jenis puisi ini mulai dipopulerkan sejak tahun 1970-an oleh Sutardji Calzoum Bachri. Pada tahun 1975, Jeihan Sukmantoro juga menulis puisi konkret, walau masih dalam geliat puisi mbeling.
HAL, 2
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooooooooooooooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
ooooooooo
S.O.S
O 2
!
(Mata Mbeling Jeihan, hal. 49)
6.Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis
Puisi diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan pengimajian, kata konkret, dan bahasa figuratif, sehingga bahasa dalam puisi mirip dengan bahasa sehari-hari (Waluyo, 1995:140). Biasanya, para pemula dalam hal menulis puisi cenderung menghasilkan karya dalam jenis ini. Mereka belum mampu mempermainkan kiasan, majas, dan sebagainya, sehingga puisi menjadi kering dan lebih mirip catatan pada buku harian.
Puisi gelap menurut Waluyo (1995:140), adalah puisi yang terbentuk dari dominasi majas atau kiasan sehingga menjadi gelap dan sukar ditafsirkan. Sementara itu, Sutardji Calzoum Bachri mengidentifikasikan puisi-puisi yang ditulis era 80-90an sebagai puisi gelap. Afrizal Malna adalah salah satu penyair yang menulis puisi “gelap” kala itu. Menurut Sutardji, (lewat Sarjono, 2001:102), gelapnya puisi 80-90an memiliki pengertian mendua, yakni (1) persoalan komunikasi puisi (2) persoalan gagalnya pengucapan puitik. Sementara itu, Abdul Wachid B.S. (2005:50) dan Korrie Layun Rampan (2000:xxxiii) memandangnya lain. Fenomena puisi gelap dan gelapnya puisi dipahami sebagai ‘taktik’ untuk tetap berpuisi dalam situasi dan kondisi kehidupan bernegara yang represif. Berangkat dari realitas sosial yang dipahami oleh penyair sebagai peristiwa individu di satu sisi dan sebagai peristiwa sosial di sisi lain, puisi gelap pada waktu itu tetap menyampaikan ironi dan kritik sosial sebagai tugas sastra.
Puisi prismatis sudah menggambarkan kemampuan penyair majas, diksi, dan sarana puitik yang lain, sehingga puisi bisa dikatakan sudah ‘menjadi’. Puisi prismatis kaya akan makna, namun tidak gelap (Waluyo, 1995:140). Puisi karya para penyair besar adalah puisi berjenis ini. Penyair besar adalah orang yang telah melewati proses kreatif yang matang sehingga mereka telah menemukan dirinya dan menemukan bentuk bagi puisinya.
7.Puisi Parnasian dan Puisi Inspiratif
Puisi parnasian diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan dan bukan didasari oleh inspirsi karena adanya mood dalam jiwa penyair (Waluyo, 1995:140). Puisi-puisi ini biasanya ditulis oleh ilmuwan yang kebetulan mempunyai kemampuan menulis puisi. Walaupun demikian, puisi parnasian tetap merupakan puisi, yang akan tetap diapresiasi dan diproduksi oleh masyarakat sastra Indonesia. Bahkan, Wellek dan Warren (Budianta, 1993:28) menyamakan puisi sebagai sejenis pengetahuan. Apapun pengetahuan yang akan disampaikan dan apapun latar belakang keilmuan penyair, sesuatu akan menjadi puisi jika ia diciptakan dengan segala piranti puitik yang ada.
Puisi inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion penyair (Waluyo, 1995: 141). Dalam tataran ini, menurut istilah Subagyo Sastrwardoyo (dalam Eneste, 1982:22), puisi atau sajak benar-benar merupakan suara-suara dari bawah sadar. Selanjutnya, penyair menulis sajak dari “gelegak sukma yang menjelma ke indah kata”, istilah Tatengkeng dan Rustam Effendi (via Sarjono, 2001:103). Puisi pun lahir dalam keutuhannya yang paling bernas.
8.Stansa
Stansa adalah jenis puisi yang masih mengikat bentuknya dalam kaidah baris, yaitu terdiri dari delapan baris. Malam Kelabu yang ditulis W.S. Rendra adalah salah satu contoh stansa.
Malam Kelabu
Ada angin menerpa jendela
Ada langit berwarna kelabu
Hujan titik satu-satu
Menatap cakrawala malam jauh
Masih adakah kuncup-kuncup mekar
Atau semua telah layu
Kelu dalam seribu janji
Kelam dalam penantian
(Teori dan Apresiasi Puisi, hal. 141)
9.Puisi Demonstrasi dan Pamflet
Dalam mengidentifikasikan jenis puisi ini, Waluyo menyaran pada puisi-puisi yang ditulis oleh Taufiq Ismail dan mereka yang oleh H.B. Jassin disebut sebagai Angkatan ’66 (1995:141). Puisi demonstrasi merupakan pelukisan dan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa dan pelajar sekitar tahun 1966. Menurut Sastrowardoyo, (lewat Waluyo, 1995: 142), puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, yaitu melukiskan perasaan kelompok. Di samping itu, puisi juga merupakan endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional penyair selama terlibat dalam demonstrsi tahun 1966. Gaya yang dipakai penyair adalah ironi dan paradoks.
Puisi pamflet tidak berbeda jauh dengan puisi demonstrasi. Keduanya sama-sama bernada protes dan kritik sosial. Kata-katanya selalu menunjukkan rasa tidak puas kepada keadaan (Waluyo, 1995:142). Sajak Lisong karya W.S. Rendra adalah salah satu contoh puisi pamflet. Dalam puisi pamfletnya, selain menggugat keadaan, Rendra juga mengkritik para penguasa dengan simbolisasi yang berani dan tajam.
10.Alegori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, alegori adalah cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) perikehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-cita atau nilai kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Jadi, dalam hal ini, alegori adalah puisi yang memanfaatkan cerita, bisa dongeng atau hikayat, sebagai sarana penyair untuk mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Salah satu puisi yang bisa dijadikan contoh alegori adalah Ken Arok karya Omi Intan Naomi berikut ini.
Ken Arok
saat tertikam keris anusapati
berkata ia, revolusi takkan mati
akan tumbuh bagai duit di jalan tol
ken arok-ken arok baru yang bahkan
lebih dahsyat mengukir dalam-dalam namanya di peradaban
ia akan bunuh setiap tunggul ametung
dan akan seret setiap ken dedes ke ranjang
meraup negeri dan isinya habis-habis
lalu mulai bermimpi tentang
kerajaan miliknya
ia kagumi diri sendiri betapa kuatnya tangan-tangannya
yang telah mencekik kediri
menjual kelahirannya dan meninggikan singasari
dan anak-anak haram yang akan mendepani pasukan
menyeru perang dan lapar wewenang
akan mengawini kegelapan, dan
dalam kuasanya ia tertikam.
(Apresiasi Puisi, hal. 178)
Selain jenis-jenis puisi yang telah dipaparkan, masih ada jenis puisi lain yang juga pernah dan masih menjadi bahan pembicaraan masyarakat puisi Indonesia. Jenis-jenis puisi itu adalah sebagai berikut ini
1.Puisi Mbeling
Puisi mbeling pertama kali populer di Indonesia pada tahun 1970-an. “Puisi mbeling” adalah nama yang diberikan oleh pengasuh rubrik puisi dalam majalah Aktuil untuk sajak-sajak yang dimuat dalam majalah itu (Soedjarwo, 2001:1). Hal yang mendorong lahirnya puisi mbeling antara lain ialah tidak imbangnya antara hasrat dan kreativitas anak-anak muda dalam menulis puisi dengan majalah kesusastraan yang tersedia. Puisi mbeling kala itu juga sering disebut dengan puisi pop, puisi lugu, atau puisi awam.
Tema-tema yang digarap oleh puisi mbeling adalah kelakar, ejekan, kritik, dan main-main (Soedjarwo, 2001:2). Yang dipentingkan, sekaligus menjadi tujuan, penulisan puisi mbeling adalah kesan sesaat pada waktu membaca sajak tersebut. Jika pembaca tersenyum, tertawa lepas, manggut-manggut, atau sedikit terkejut membaca pernyatan-pernyataan yang nakal dan berani, itu sudah cukup (Soedjarwo, 2001:3). Berikut adalah beberapa contoh puisi mbeling yang ditulis oleh Yudhistira Ardi Noegraha (Kesaksian di Hari Natal), Nhur Effendi Ardhianto (Pesan Pelacur pada Langganannya), dan Remy Silado (Buat Iin Suwardjo sebelum Mandi).
KESAKSIAN DI HARI NATAL
Ketika pipi kananku ditampar
plak!
kuturuti sabdamu, ya bapak
kuberikan pipi kiriku
dan
plak!
duh, larane.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 33)
PESAN PELACUR PADA LANGGANANNYA
mas
kapan rene maneh
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 35)
BUAT IIN SUWARDJO SEBELUM MANDI
ceweku wangi baunya
wangi bau ceweku
wangi ceweku
ceweku
cewe
cewecewecewecewecewe
ce
we
ce
we
c
w
c
w
w.c.
w.c bau c.w
c.w bau w.c
ceweku bau w.c.
(Puisi Mbeling: Kitsch dan Sastra Sepintas, hal. 37)
2.Puisi Imajis
Puisi imajis mengandung makna bahwa puisi itu sarat dengan imaji (visual, auditif, dan taktil) atau mendayagunakan imaji sebagai kekuatan literernya. Imaji bisa dimanfaatkan sebagai rasa (kesatuan makna kata), metafora (perbandingan makna kata), maupun sebagai muatan utama sebuah puisi (Banua, 2004). Selanjutnya ditambahkan oleh Banua, agar imajinasi bisa maksimal, diperlukan keberanian membangun dimensi makna lewat perumpamaan yang tidak lazim, memperlawankan, atau mempersandingkan dengan kata atau imaji lain yang luas dan kreatif. Menurut analisis Banua (2004) dan Abdul Wachid B.S. (2005:23), puisi-puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono adalah salah satu contoh puisi imajis. Berikut adalah salah satu contoh puisinya.
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik hujannya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Apresiasi Puisi, hal.117)
Pembedaan puisi ke dalam jenis-jenis puisi seperti yang telah dipaparkan, tidaklah bermaksud untuk memisah-misahkan puisi menjadi terkotak-kotakkan. Karena, pada hakikatnya, semua puisi adalah sama, yaitu menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Semua puisi adalah ungkapan perasaan dan pemikiran penyairnya yang ingin dikomunikasikan kepada publik pembaca. Yang ingin dikomunikasikan itu tidak lain adalah manusia, hidup, kemanusiaan, dan kehidupan. “Lantaran puisi ditulis sebab keterlibatannya dalam kehidupan, karenanya puisi adalah kehidupan itu sendiri, yang di dalamnya ada tanda-tanda kehidupan” (Wachid, B.S. 2005:23)
B.3. Puisi sebagai Produk Kreatif
Penyair adalah orang yang kreatif. Ia merepresentasikan hidup, kehidupan, manusia, serta kemanusiaan dalam interpretasinya sebagai makhluk yang berpikir. Mencipta sajak juga merupakan kerja yang kreatif. Kerja yang melibatkan seluruh indera manusia, bahkan lebih dari itu. Dari pribadi yang kreatif dan proses yang kreatif itulah, maka puisi lahir sebagai produk kreativitas. Setelah lahir, puisi mencari kehidupannya sendiri di masyarakat. Puisi menghidupi masyarakat dan sebaliknya masyarakat juga menghidupi puisi.
Sebagai poduk kreatif, hendaknya puisi menawarkan hal-hal yang baru, seperti keindahan bahasa, keindahan suasana, muatan, dan makna (Banua, 2004). Kebaruan adalah inti dari kreativitas. Sesuatu yang baru itu bisa saja merupakan kombinasi dari usaha perbandingan, penambahan, pengurangan, atau perlawanan berbagai hal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini sangat berbeda dengan tiruan. Tiruan hanya mengulang tanpa melihat adanya kesempatan untuk menjadi berbeda. Puisi pun demikian. Tak ada satu pun unsur-unsur di dalamnya yang bisa dibilang baru, karena bahasa, kata-kata, bunyi, setting, tema, perasaan, nada, dan amanat adalah buatan manusia. Amir Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri yang pernah disebut sebagai sastrawan yang begitu orisinil, yang tidak setiap seperempat abad lahir pun, pada dasarnya mencipta puisi dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Namun, yang membedakan, mereka bukanlah epigon, sehingga ada hal-hal baru yang berani ditawarkan pada perpuisian Indonesia.